Pergerakan Samin atau Saminisme) adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, di mana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di luarnya.
Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru pada tahun ’70-an, mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. Kelompok Samin ini tersebar sampai Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayah. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi.
Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negatif. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin Surosentiko, yang nama aslinya Raden Kohar, kelahiran Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang, 1914.
Bicara tentang “Samin” seakan tidak ada habisnya dan akan selalu menarik, tentang Ajaran dan budayanya misalnya. Masyarakat Samin memiliki ajaran yang masih dijalankan dengan baik secara turun temurun oleh warganya, Sedulur Sikep begitu sebutan untuk masyarakat Samin, Ajaran Samin Surosentiko sebagai pendahalu yang terkenal karena cara perlawanannya terhadap Belanda hingga kini ajarannya masih melekat, dijalankan dan menjadi panutan oleh penganutnya di Dusun Jipang, Desa Margomulyo, kecamatan Margomulyo, kabupaten Bojonegoro.
Bambang Sutrisno putra Generasi kelima pendiri ajaran Samin putra dari Mbah Harjo Kardi sesepuh masyarakat Samin menuturkan Samin memiliki arti sami-sami atau sama-sama maksutnya adalah kita sebagai manusia itu sama, jangan dibeda bedakan, maka anjuran untuk hidup guyub rukun dan gotong royong sangat diutamakan dalam ajaran ini.
Ajaran Samin itu garis besarnya kita diciptakannya sebgaai manusia itu sama, sama dalam hak dan kewajiban sebagai mahluk Tuhan, ajaran Samin itu bersifat universal, pasti selaras dengan ajaran kebaikan apapun, seperti halnya yang diajarkan oleh ajaran agama dan suku manapun, yaitu kebaikan adalah hal yang utama, ucap Bambang.
Di Kampung Samin yang berada di Dusun Jipang, Desa Margomulyo ini masyarakatnya sudah berbaur menjadi satu. Namun dalam kehidupan sehari-hari, tradisi Samin paling terlihat saat kegiatan sedekah bumi dan pernikahan.
“Saat Nyadran yang biasa digelar setahun sekali dan jatuh pada hari Senin pon. Setiap habis panen itu ada acara ngaturi pada hari Minggunya. Ngaturi ini mengundang orang warga luar dusun Samin untuk datang ke rumah kami, semisal jenengan datang ke rumah saya, kita beri makan, pindah ke rumah warga tetangga juga diberi makan. Pokoknya makan-makan gantian itu,” papar Bambang.
“Kalau tasyakurannya biasanya di rumahnya pak kasun. Kalau warga sini biasanya nyadran itu disebut Gemblang, artinya Geblake Sanak Kadang (hari meninggalnya saudara) biar tidak hilang,” jelas Bambang.
Selain itu, warga Samin dalam prosesi pernikahan wajib ada pernikahan adat sebelum proses pencatatan akta nikah. Pernikahan adat ini hanya berjalan beberapa jam. Di mana, wali, saksi dan yang menikah tidak boleh diwakilkan. Acara ini dilaksanakan sebelum malam tiba.
“Jadi bapaknya manten ini ada bacaan menikah juga sesama orang tuanya dan manten juga ada sendiri sesuai adat Jawa. Dalam pernikahan memang tidak ada paksaan. Jadi tidak harus warga Samin menikah dengan warga Samin pula,” tambahnya.
Kampung Samin di Bojonegoro sudah terdaftar di Pemerintah dan menjadi warisan budaya tidak benda. Dalam rangka melestarikan warisan budaya luhur, di kampung Samin kini sering diadakan berbagai festival. Ada pula pemilihan duta Samino Samini.
Selain itu, kegiatan karawitan atau gamelan yang merupakan seni budaya warisan leluhur juga sering digelar di sini.