Memberantas Koruptor yang Bersarang Di Kota Pendidikan Menghambat Pencapaian Good Governance

Korupsi adalah kejahatan tindak pidana yang benar-benar mengancam kemakmuran dan menimbulkan penderitaan bagi warga negara. Mereka yang melakukan korupsi adalah yang menduduki jabatan pada sebuah pemerintahan, dengan memiliki kewenangan yang besar dalam menjalankan segala sesuatu kepentingan di dalam negara.

Korupsi sudah menjadi penyakit yang susah untuk disembuhkan, bahkan sudah seperti mendarah daging. Disetiap tahunnya korupsi masih saja marak terjadi, semakin banyak sehingga tidak terkontrol membuat negara semakin memperihatinkan. Para pejabat yang melakukan tindak pidana dengan mengambil jumlah uang negara dengan jumlah yang sangat besar. Kasus korupsi ini belum diketahui solusi terbaik untuk melakukan pencegahannya, baik bagi KPK masih kesulitan dalam menjalankan tugasnya sebab yang melakukan korupsi berasal dari kalangan atasan seperti anggota DPR yang marak melakukan tindak pidana korupsi.

Memberantas korupsi dilakukan dengan mempertegas lagi isi Undang-Undang yang mengatur tindak pidana korupsi, dan memberi sanksi yang berat sehingga banyak yang akan tunduk pada hukum yang sudah berlaku. Pemerintah yang dipilih dengan melihat kinerja dan potensi yang mereka miliki, pemerintah yang bersih dan benar-benar mampu untuk menghidupkan negaranya tanpa terjadinya tindak pidana korupsi. Sistem penyelenggaraan pemerintah tentunya diperbaiki dengan cara-cara yang sudah tertuang dalam peraturan Perundang-Undangan.

Good Governance yang dicita-citakan pada pemerintahan yang bersih, penegakan hukum yang berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku, akan menjadi terhambat jika semuanya tidak dijalankan berdasarkan aturan yang berlaku. Good Governance dapat direalisasikan dengan dilihat dari kemampuan pemerintah dalam menjalankan program-program yang berkaitan dengan pelayanan publik untuk kepentingan masyarakat, seperti pelayanan kesehatan dengan membuka Rumah Sakit yang memiliki peralatan medis dan persediaan obat-obatan yang memadai serta tercukupi, lalu pelayanan pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang layak memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menyenyam pendidikan yang baik serta melakukan pemerataan pendidikan pada wilayah pelosok yang susah dijangkau dengan memberi akses jangkauan yang memadai. Keberhasilannya akan dapat dilihat bagaimana dan sebesar apa pemerintah dapat melibatkan pastisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan program-program dari pemerintah tersebut, serta kebutuhan masyarakat terpenuhi dari program yang sudah berjalan tersebut.

Baca : Tolak Pengesehan KHUP, Aliansi Mahasiswa Malang Raya Bergerak Lakukan Demostrasi

Good governance atau pemerintahan yang bersih, penegakan umum, khususnya di bidang korupsi, adalah agenda demokratisasi yang dasar untuk mencegah terjadinya triple crisis of governance (Diamond, 2005). Korupsi dapat dikatakan sebagai penghambat good governance dalam suatu pemerintahan dalam negeri. Korupsi dilakukan oleh para pemegang kekuasaan yang tinggi di dalam suatu negara, sehingga banyaknya rakyat mengalami kesulitan. Hal tersebut dapat dilihat dalam bidang ekonomi yang masih belum dikatakan maju, dan banyak rakyat yang mengalami kesuliltan ekonomi. Selain itu, juga dapat dirasakan dalam bidang pendidikan, dimana banyak anak bangsa yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena kurangnya ekonomi yang juga tidak di dukung oleh para pemerintah.

Tiga krisis itu adalah kemerdekaan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat atau daerah, serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau krisis, sebagai akibat dari kegagalan kebijakan perekonomian dan rendahnya kapasitas birokrasi pemerintahan. (Tri Agung Kristanto)

Baca : Rafi Azzamy, Maba Prodi Hubungan Internasional berikan Buku Karyanya ‘Panduan Melawan Sekolah’ kepada Menko Muhadjir Effendy 

Prinsipnya, pengembangan permasalahan hukum terkait korupsi itu tidak bisa dipisahkan terhadap persoalan sosial, ekonomi dan politik. Pemerintah yang baik sebagai buah dari pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, tentu tidak dapat dipisahkan dari persoalan politik, sosial, dan ekonomi sebagai implikasi dan latar belakang yang melandasi terjadinya korupsi dalam kelembagaan. (Tri Agung Kristanto)

Reformasi Birokrasi

Pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono dilihat dengan ditandai dengan gencarnya kerja KPK menangkap pelaku yang diduga korupsi, upaya mengurangi tindak korupsi dilakukan melalui reformasi birokrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui reformasi birokrasi dari departemen yang dipimpinnya, terutama di lingkungan bea dan cukai serta perpajakan sebagai sumber penerimaan utama negara. Ia menaikkan gaji dan tunjangan pegawai, mengubah sistem pelayanan menjadi modern dan lebih efisien untuk mengurangi celah korupsi atau penyimpangan. Namun upaya yang dilakukan ini belum berbuah manis. Sulitnya memberantas korupsi seolah mengukuhkan anggapan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya dan sistematis. (Litbang Kompas)

Akar Masalah Korupsi

Pertama, akuntabilitas politik DPR yang amat rendah. Hampir tidak ada mekanisme yang dapat menjamin akuntabilitas politik itu dijalankan. Wilayah kerja korupsi parlemen lebih banyak dilakukan pada perdagangan kekuasaan dan wewenang, baik dalam fungsi pengawasan, penganggaran, maupun legislasi. (Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch)

Kedua, mekanisme perekrutan politik internal partai politik yang melahirkan anggota DPR berorientasi pada uang. Kader yang bagus memiliki integritas tinggi, tetapi tidak memiliki cukup dana untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, kecil kemungkinan akan mendapat tempat. Sebaliknya, bagi kader-kader yang  buruk integritasnya, tetapi memiliki akses luas terhadap uang dan elit partai, akan menjadi calon yang kuat. Loyalitas antara partai politik dan kadernya diikat oleh uang. (Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch)

Ketiga, mahalnya ongkos partai politik. Bagi politisi yang kemudian menjadi pejabat publik dan menguasai sumber daya ekonomi, yang pertama dilakukan adalah mengembalikan investasi politik, lalu menggunakan sumber daya publik yang dikuasai untuk kepentingan kelanggengan kekuasaan. (Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch)

Perbaikan Jangka Pendek

Pertama, tanggung jawab DPR secara kelembagaan adalah menciptakan sistem integritas untuk mengurangi korupsi yang terjadi. Menerapkan sistem integritas menjadi suatu hal yang tidak lagi bisa ditawar-tawar untuk menciptakan pembaruan pada sistem kelembagaan parlemen sehingga memungkinkan terjadinya check and balance. Kekuasaan yang begitu besar di pegang oleh DPR jika tanpa diimbangi dengan mekanisme akuntabilitas politik yang memadai akan membuka peluang terjadinya kasus tindak pidana korupsi. (Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch)

Kedua, DPR harus lebih ketat dalam merumuskan kode etik parlemen dengan sanksi dan mekanisme pemberian sanksi yang lebih efektif dengan mengurangi perilaku menyimpang bagi anggota DPR dan juga memberikan efek jera agar tidak melakukan kesalahannya berulang kali. (Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch)

Ketiga, dalam partai politik ketika melakukan pemilihan umum harus merubah sistem perekrutan calon anggota legislatif dengan menempatkan integritas dan profesionalitas sebagai parameter yang utama. (Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch)

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hek ekonomi pada masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tergolong dalam kejahatan yang luar biasa. Persoalan pemberantasan korupsi di Indonesia bukan hanya persoalan hukum, melainkan termasuk persoalan sosial dan psikologi sosial yang sungguh sangat parah. Korupsi menjadi persoalan sosial karena dapat mengakibatkan tidak adanya pemerataan kesejahteraan dan merupakan persoalan psikologi sosial yang merupakan penyakit sosial yang sulit untuk disembuhkan. (Ermansjah Djaja. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika)

Penyebab terjadinya korupsi di Indonesia

  • Sistem penyelenggara yg salah
  • Adanya pejabat yang serahakah
  • Pemimpin yg tidak berlandaskan jiwa kemanusiaan
  • Terjadinya modernisasi yg sulit untuk dicegah

Tindak pidana korupsi tentunya merugikan keuangan negarayang dilakukan dengan suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan tinggi dalam negara, pegawai negeri sipil, dan penyelenggara negara yang secara melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang mereka miliki karena jabatan atau kedudukannya dengan melakukan sesuatu untuk memperkaya diri mereka sendiri, atau dengan menyalahgunakan kedudukan mereka tersebut sebagai pengendali di dalam negara yang tentunya dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (Ermansjah Djaja. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika)

 Ada dua prinsip utama yang mendasari Komisi PBB Menentang Korupsi (UNCAC) sebagai berikut.

  1. Korupsi merupakan sebuah kejahatan sosial yang harus diberantas melalui proses peradilan tindak kejahatan
  2. Agar proses peradilan tindak kejahatan menjadi efektif, peraturan-peraturan harus dibuat baik secara domestik maupun internasional. (Ian Mc Walters. 2006. Memerangi Korupsi Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia. Surabaya: Jawa Pos Group)
Total
0
Shares

Tinggalkan Balasan

Previous Article
Muhajir Efendi (kiri) dan Rafi Azzamy (Kanan) Saat acara Pesmaba UMM Berlangsung. (12/09/2022).

Rafi Azzamy, Maba Prodi Hubungan Internasional berikan Buku Karyanya ‘Panduan Melawan Sekolah' kepada Menko Muhadjir Effendy 

Next Article

Kebijakan Pendidikan Nasional Menuju Generasi Emas